Menunda Tunda


Bisa tidak sih jika kita jatuh cinta tanpa direpotkan oleh hasrat ingin memiliki atau rasa ingin bersama?

Ketidak pahaman, dan tidak akan pernah menjadi paham, lawan sepadan di arena pertempuran. Tetapi mengulur-ulur pertarungan juga bukan ide bagus. Sepanjang waktu selama kau berusaha menunda, ia muncul pada kolom notif ponselmu, pada bau keringat, pada sebotol anggur yang sudah siap teguk. Menagih janji.
Ia menunggu hari di mana kau merasa segalanya sudah cukup: keluargamu baik dan sehat dan terjamin, teman-temanmu baik dan sehat serta terjamin, dan kau pikir rekan sejawatmu sudah tidak perlu ditambah lagi. Seperti yang kau janjikan.
Kau tampaknya tak akan bisa membuat dunia jadi lebih baik: ia akan selalu seperti film horor jelek yang saking buruknya akan sayang dilewatkan apabila kau menutup mata dan telinga. Lelucon bisa menguranginya, sedikit. Pada beberapa kesempatan humor yang bikin tertawa cukup melegakan. Tetapi yang model begitu hanya seperti krim anti penuaan yang rutin kau oles sejak usia 20; hanya bisa menunda.
Kau berpikir bahwa kau tak akan meninggalkan dunia ini, kau masih ingin melihat lelaki tampan dalam dunia komik atau drama korea peluluh hati di kala hujan, ingin melihat kutu anjing di sofa, ingin menyeberang ke dermaga pantai diseberang sana. Bahwa kau mencintai sekaligus membenci dunia dengan intensitas yang sama di waktu bersamaan pula.

Jadi yang kau perlukan hanya keyakinan bahwa apa yang kau lakukan cukup. Jika hari itu tiba, penuhi janjimu: naiklah ke arena. Dan hantam.

Hantam sekuat tenagamu!

@harisyavin
Inspired : Armandio
Kebon Sirih, 31 Oktober 2017



Comments

Popular posts from this blog

Daya Tarik Pasar Bawah Pekanbaru

Ketika Dunia Digital Membuat Candu

Tinggal Satu