Cerita sih kawan


Malam ini aku ingin berkisah tentang seorang temanku. Tentang kisahnya yang pilu, sangat pilu. Malam itu, aku baru pulang dari kampus. Tiba-tiba  ponsel ku berdering. Lalu kulihat nama pemanggilnya, ternyata teman akrabku. Sebut saja namanya Adit.
“Yah dit, ada apa?” tanyaku
“aku butuh bantuanmu, datanglah kerumah, penting” jawabnya panik
“ada apa memang?” tanyaku lagi
“sudahlah, datang saja, ini penting banget” jawabnya memohon
Lama aku berpikir, lalu
“ya sudah, tunggu saja” klik !
Akhirnya aku memutuskan untuk menemuinya. Enggak biasanya dia begini. Panik dan meminta bantuan dengan nada tergesa-gesa. Adit ini orangnya humoris, bahkan kami berdua pernah satu grup humor pada saat disekolah dulu. Hanya saja beberapa masalah membuat kami harus dipisahkan, hingga kami berjumpa lagi di bangku kuliah.
Aku pun sampai di rumahnya.
“Ada apa dit? Pasti aneh-aneh kan? Aku tahu” tanyaku menyelidik
Dia hanya tersenyum lalu menunjuk kearah tumpukan buku dan sebuah laptop
“bantuin buat makalah” katanya
“oh ya sudah, enggak mesti teriak-teriak panik begitukan di telpon” sahutku.
“ya kalau enggak begitu enggak akan datang kau kerumahku, haha” lalu kami tertawa bersamaan.
Memang sudah lumrah kalau kami berdua berkumpul, ada saja bahan tertawaan buat dibahas. Mulai dari ngomongin orang, kegiatan, hobi, film, bahkan hal-hal yang enggak lagi penting saat itu.
Tak lama kemudian, tugas makalah pun selesai dengan bangganya. Lalu  dia memintaku untuk tidur ditempatnya buat malam itu. Sempat aku menolak karena besoknya aku masuk pagi. Tapi dia terus membujukku dan akhirnya aku pasrah dan menerima ajakan untuk tidur dirumahnya.
Lalu
Aku pun beralih ke laptop dan memutar beberapa lagu yang kusuka. Beberapa lagu aku pilih dan kumasukkan ke dalam list lagu yang akan kuputar nanti. Tiba saat lagu Berbesar hati nya Dmasiv terdengar, adit mengumpat.
“kenapa dit?” tanyaku
“simak itu liriknya” jawabnya
Aku mencoba berbesar hati
Melepas kau pergi, bahagia dengan dia
Kuterima kenyataan ini, walau terasa pahit
Akan kukenang sendiri.
Aku coba berbesar hati

Aku berpikir sejenak..
“iya aku tahu, mirip dengan kisahmu kan?” tanyaku pelan
Lalu dia duduk di dekatku dan mematikan beberapa lampu.
“aku ingin bercerita” sahutnya pelan
Sebelum itu dia juga pernah bercerita tentang mantannya yang baru memutuskannya. Ceritanya si adit diputusi karena orang ketiga. Sungguh perih rasanya kalau jadi dia.
Saat itu sebelum putus dia bilang kalau dia masih sayang dengan kekasihnya dan bertanya tentang keadaannya. Rela-rela ia jauh dari rumah ke Mall tempat si pacarnya saat itu berada hanya untuk memastikan kalau si pacar baik-baik saja, ternyata malah dapat kabar buruk, kabar yang menyesakkan hati. Sang pacar minta putus.
Singkat cerita ternyata ada orang ketiga dalam hubungan mereka. Aku pun memintanya untuk merelakan kekasihnya.
“sudahlah dit, cewek memang begitu. Mungkin pada saat itu dia sedang butuh perhatian darimu tapi malah kau abaikan sehingga ada orang yang lebih perhatian dengannya dari apa yang telah kau beri padanya” kataku mencoba bijak
“enggak ris, enggak. Aku coba terus mengalah dalam hubungan ini. Dia nya saja yang lebih pentingin orang lain daripada aku yang dulu masih pacarnya”jawabnya hampir menangis
“ya mungkin dia lagi bosen atau jenuh padamu”
“ya kalau begitu setidaknya ya diomongin berdua, enggak harus seperti ini kan? Apa dia enggak punya hati?” katanya sambil menyeka wajahnya yang mulai basah karena air matanya.
Saat itu dia menangis ketika bercerita tentang mantannya, mantan yang masih dia sayangi. Aku tahu bagaimana sakitnya adit. Ditinggal saat masih sayang-sayangnya, apalagi karena orang ketiga.
“aku tahu dit perasaanmu, sangat sakit pasti. Aku pernah ngalami itu” lalu aku diam.
hening
“sudahlah, ikhlaskan saja dia yang bukan punya mu lagi, suatu saat dia pasti menyesal telah meninggalkanmu. Meninggalkan orang yang sudah sayang dengannya, yang rela ngelakuin apapun untuknya. Aku yakin itu” aku meyakinkannya. Enggak hanya itu, aku beberapa kali menyelipkan kata-kata sok puitis untuknya. Untuk menenangkan hati temanku yang sedang patah.
Sementara waktu sudah menunjukan jam dua pagi. Padahal besok aku masuk. Biarlah, demi kawan.
Aku berpikir
“kadang dit, orang yang kita cintai memang diciptakan bukan untuk bersama kita” kataku pelan
Lalu kami terdiam lama.
“iya ris, kini aku paham apa maksudmu, maksud semua yang kau bilang tadi” sahutnya pelan.
“ya sudah, move on lah, apalagi!” cobaku menghiburnya
Dia hanya tertawa kecil
”Tertawa dalam perih ternyata tak begitu banyak membantu yah” kataku padanya
Dia hanya menggeleng lemas lalu merebahkan tubuhnya di lantai.
“aku capek ris begini terus” sahutnya pelan
“terus?” tanyaku sambil berbaring di sampingnya.
Hening,
Tak ada jawaban.
Lalu aku meliriknya “dit?” panggilku
Tak ada jawaban lagi. Dan ternyata dia sudah tidur. Mencoba tidur untuk melupakan perih yang sudah betah tinggal beberapa hari di dalam hatinya.
Aku tersenyum membayangkan bagaimana kalau saja aku di posisi dia. Apa aku bisa melewatinya.
Sampai saat ini aku terus mencoba tabah dalam menjalin hubungan dengan siapa saja dan menghilangkan sedikit ego untuk sebuah hubungan yang baik itu. Aku mencoba menghargai apa yang sudah aku punya. Terserah mau bilang aku menyebalkan atau tidak. Intinya aku sayang sama apa yang sudah aku sebut cinta. Kamu. Iya kamu.


Comments

Popular posts from this blog

Kabut Kota Bertuah

Tinggal Satu

Cerita Yang Sebaiknya Berguna