Cerita Sih Kawan Ke-2
Sewaktu
aku menghadiri sebuah acara pentas seni di sekolah lamaku, aku bertemu dengan
seorang guruku. Guru yang sangat akrab denganku sewaktu di sekolah dulu. Sebut
saja namanya Adi. Aku menyapanya lalu menyalaminya.
“Assalamualaikum bang” aku memanggilnya
abang, karena pada saat itu umur kami enggak begitu jauh dan aku tetap
menghormatinya.
“Wa’alaikumsalam, datang juga ternyata.
Engkau sehat ris?” tanyanya
“Alhamdulillah” jawabku tersenyum
Lalu
saat itu kami berbincang cukup lama membicarakan hal-hal yang penting sampai
hal yang begitu penting. Hal yang sering menjadi perbincangan kami adalah
sepakbola. Dia menyukai Real Madrid, sementara aku Liverpool.
Lama
kami berbincang mengenai sepakbola dan aku tersudut karena kesukaanku Liverpool
kalah level dengan klub favoritnya Madrid,aku berpikir lalu aku pun mengalihkan
perbincangan kami.
“ aku
mulai menekuni hobi menulisku lho bang”
“iya?
Kau menulis apa saja?”
“ya
tentangku, tentang siapa yang curhat kepadaku, ya apa saja lah bang” kataku tersenyum
Hening
“kemarin
ada temanku bang yang curhat tentang kisah cintanya, sudah empat tahun mereka
pacaran lalu dia diputusi oleh pacarnya karena orang ketiga bang. Sadis kan?
sedih lah pokoknya” aku menambahkan
“ya
abang juga, sudah empat tahun pacaran diputusi juga karena orang ketiga”
“ha?iya?aku
enggak bermaksud menyindir abang lho”kataku menyelidik
“ya
emang enggak, tapi kenyataannya ya begitu, empat tahun aku pacaran tiba-tiba
aku diputusi begitu saja olehnya”
Aku
berpikir sejenak..
Lalu dia
pun mulai menceritakan kisah cinta yang sudah dialaminya bertahun-tahun. Mulai
dari awal kenal, jadian pertama, konflik yang mereka alami, senang susah, dan
sebagainya sampai akhir. Kisahnya enggak begitu jauh dengan si Adit temanku
yang pernah kutuliskan sebelumnya. Sama-sama empat tahun menjalani hubungan,
lalu ditinggal begitu saja karena orang ketiga. Hanya saja ini lebih sadis dari
apa yang aku bayangkan. Pacarnya pergi karena sudah jadian dengan teman
dekatnya.
Aku
membayangkan perasaan guruku saat itu,.
“perih
bang pasti” kataku
“ya
jelas, empat tahun bayangkan. Temen sendiri pula itu yang merusak”
Hening
“terus
hubungan abang dengan teman abang ini bagaimana?” tanyaku pelan mencoba untuk
tak merusak suasana
“ya
sudah agak baik, sudah mulai biasa saja. Cuma dia agak canggung saja kalau
bertemu abang”
Aku
menghela nafas
“abang
sudah bisa lupa padanya? mantan abang ?”tanyaku lagi
“ya
sudah, kejadiannya sudah dua tahun yang lalu”
Aku
menggumam
“pantas
saja” batinku
“kadang
bang, kita mesti tabah pada apa yang sudah kita alami. Banyak hal penting yang
sudah aku temui di luar sana, patah hati misalnya. Aku kalau enggak pernah
mengalami hal yang seperti itu mungkin aku enggak akan tahu apa yang abang
rasain sekarang, walaupun yang aku rasain tak sesakit abang, setidaknya patah
hati itu menyebalkan”
Kami
terdiam, mungkin pertemuan kali ini membahas tentang keresahan hati
masing-masing dari kami. Aku sebenarnya juga ingin bercerita.
“engkau
bagaimana?” tanyanya
“bagaimana
apa bang?”jawabku
“ya
dengan kekasihmu?”
“oh, ya
begitulah. Pasang surut juga. Mungkin aku saja yang begitu sayang padanya
sehingga semua terasa sensitif kalau terjadi apa-apa”
“terus,
masih lanjut?”
“sudah
enggak, alhamdulillah, Cuma aku lagi berpindah rasa saja , agar aku nanti terlihat
masa bodoh ketika ada yang membahasnya”
Kami
terdiam
“dulu, kadang
ketika aku lagi butuh perhatian bang, dia tak memperhatikan. Aku terus mencoba
mengalah bang padanya. Aku simpan perih yang lama menggumpal dan tak aku kasih
tahu padanya. Dia tak suka dikeluhin, aku bingung harus bagaimana kalau sudah
begitu” aku menambahkan
“ya pokoknya aku lah yang harus tabah dan
terus mengalah bang, aku coba tak mengikuti egoku demi dia” aku tersenyum
“makanya
jangan pacaran, sudah putusin saja” kata bang adi menepuk pundakku
“enggak
semudah itu bang, aku kemarin sudah nyaman dengannya. Aku baru tahu kenapa
banyak cowok yang berparas ganteng yang mau dengan cewek yang bewajah
pas-pasan. Karena mereka sudah nyaman bang, nyaman itu nomer satu kalau sudah
menjalin hubungan. Dan aku sedang fase itu”
“iya
bener ris, abang juga baru sadar”
“Iya
bang, aku sudah benar-benar lelah dengannya dan dia tak lagi mau peduli
denganku, dengan apa yang sudah aku simpan lama disini. Aku sudah melepasnya”
“pernah
dia berbuat kesalahan fatal padamu?” tanya beliau
Aku
berpikir sejenak, lalu memori ku kembali pada kejadian yang saat itu
benar-benar menyesakkan dada. Sangat sesak saat itu.
“dia
membohongiku bang”
Lalu aku
mulai bercerita padanya,
Malam
itu, ketika segala hal menjadi gelap. Aku sedang asyik dengan ponselku.
Berbincang lewat pesan singkat dengan kekasihku.
Tiba-tiba
dia mengeluh giginya sakit dan ingin istirahat. Aku pun mengiyakan dan coba
mendoakanya.
Ya
sudah, kamu istirahat sana
Jangan
kemana-mana
Get
well soon sayang
Itu
pesan singkat terakhirku untuknya malam itu karena tak lagi dapat balasan
darinya. Aku percaya saja ketika itu kalau dia sedang istirahat di kamarnya.
Saat itu
teman sekamar ku ingin pergi dan mengajakku bermain games, aku menolaknya dan
ingin tetap dirumah saja.
Setelah
itu tak ada apa lagi sampai aku tertidur.
Ketika
malam mulai larut aku terbangun dengan kepulangan temanku tadi
Tiba-tiba
“ris,
cewekmu dikudeta”
“maksudnya”
“tak
papa, tidurlah lagi”
“apanya?”
“tak
papa, tidurlah lagi”
Setelah
itu
Aku
resah, tak bisa tidur saat itu. Berkali-kali aku melihat layar ponselku
berharap dia mengirimiku pesan singkat, meskipun Cuma ucapan selamat tidur.
Tak ada
Tak ada
masuk pesan sampai mau subuh, lalu aku pasrah dan memilih tidur dan menyimpan
keresahanku sampai esok.
Paginya,
aku bangun seperti biasa. Mencuci muka dan membuat kopi hangat yang biasa aku
buat setiap paginya.
Lalu
tiba-tiba ada yang mengganjal dalam hati
“Do,
tadi malam itu apa?”tanya ku
“kau mau
dengar ceritanya?” jawab Pido teman sekamarku
Aku
mengangguk
“begini..”
Aku
terdiam, hatiku patah. Rasanya dada sesak. Sangat sesak saat itu.
Ternyata
kekasihku mereka temui sedang berdua dengan seorang adik kelasku dulu
Aku tak
meminta penjelasan panjang dari si Pido, intinya saat itu aku lagi menahan
perih yang sangat perih. Tak pernah sesakit itu aku rasakan perihnya hati.
Aku tak
habis pikir dia membohongiku dengan alasan ingin istirahat karena sakit gigi
dan ternyata dia sedang pergi berdua dengan seorang cowok. Dan semenjak itu aku
merasa kurang percaya lagi dengannya dan hanya ingin masa bodoh dengan semua
hal yang dia lakuin diluar sana.
Aku
sayang tapi enggak begini.
Hari itu
juga aku coba mengabaikannya. Aku hanya ingin tenang, tapi tak bisa. Dia
mengirimiku pesan maaf, dan beralasan kalau dia buru-buru dan meminta teman nya
saja untuk menemaninya ke rumah kakaknya dan bukan aku yang dipintanya.
Setelah
berdebat cukup lama padanya dan dia memberi beberapa alasan yang tak bisa
kuterima begitu saja. Terakhir, aku juga yang mengalah padanya. Aku minta maaf.
“ah, aku
memang bodoh” batinku saat itu.
Akhirnya,
Setelah
lama kami berbincang, aku pun pergi meninggalkan resah menjadi rasa tentram
yang sudah kubagikan pada beliau. Rasanya aku tahu satu hal.
“jangan pernah berharap jika tak ingin kecewa,
mereka yang pernah sangat peduli bisa
berubah dalam sekejap saja”
Aku rasa
dia seperti itu.
Comments
Post a Comment