Realita Hati
Aku membuka tas lalu mencari earphone dan duduk tenang di pojokan
coffee shop.
***
Malam itu aku duduk sendiri di tempat yang biasanya aku datangi,
menatap kursi sebelah yang kosong. Kuputar lagu Dan dari Sheila On 7
yang mengalun indah ditelingaku.
Dan, dan bila
esok datang kembali seperti sediakala dimana kau bisa bercanda, dan perlahan
kaupun lupakan aku mimpi burukmu dimana telah kutancapkan duri tajam. Kau pun
menangis, menangis sedih. Lupakanlah saja diriku bila itu bisa membuatmu
kembali bersinar dan berpijar seperti sedia kala
Dan, bukan
maksudku bukan inginku melukaimu
Sadar kah kau
disiniku pun terluka ...
Oke jelas ini lagu galau !
Lupakan,
Sejenak aku memikirkan sesuatu untuk kutulis dan menatap nanar di depan
laptop. Segelas kopi sudah hampir kuhabisi. Tak biasanya begini, bingung tak
tahu mau apa. Ide pun hilang dibuatnya. Semalam aku menghubungi seseorang hanya
untuk menanyakan kabarnya saja, karena telah lama kami tak saling memberi
kabar. Sebenarnya sebelum itu aku sering mengiriminya pesan lewat Line, tetapi
pesan ku hanya dibacanya saja. Aku memaklumi tapi tak begitu menyenangkan
kurasa.
“PING!!!”
Kali ini, aku mencoba memulai duluan, ya biasanya memang aku sih
yang memulai. Tapi kali ini
rasanya beda. Kukuatkan hati.
Berkali-kali kulihat ponsel belum juga ada balasan darinya.
Lalu, tiba-tiba ponselku bergetar. Pesan baru masuk darinya.
Ternyata temannya yang membalas pesanku.
“dia tidur, kenapa? Ini temannya”
Aku tak enak hati, sejak awal aku hanya ingin dia. Tapi ternyata
bukan dia. Saya tahu mungkin dia menghindar atau mungkin mencoba melupakan
segala apa yang telah kami mulai. Singkatnya, aku bilang akan menghubungi dia
lain waktu. Itupun kalau sempat, dan itupun kalau aku masih sanggup.
Malam itu sejenak memberikan aku sesuatu bahwa tak baik aku begini,
sebenarnya tak begitu masalah. Hanya saja aku begitu tak enak hati padanya.
Merasa bersalah, merasa memberi sesuatu lalu meninggalkan, dan merasa aku belum
pantas buat dia. Oh iya, dia juga sedang didekati oleh orang lain, yaitu
seniornya. Yang mungkin lebih serius dalam mengejarnya.
Aku? Entahlah, aku saja begini. Yang katanya aku banyak tanya. Yang
belum mau untuk menyakiti lebih dalam. Karena intinya begini, tujuan pacaran
itu untuk putus, bisa karena berpisah, bisa karena menikah.
Efek masalalu
Sederhananya begini, aku sama sekali heran. Aku tak tahu apa yang
dia cari dari aku yang tak seberapa ini. Dan ini juga tak mudah bagiku. Yang
tak begitu mudah menyatakan cinta. Seharusnya dia tahu ini, sekalipun tahu
seharusnya dia yang memulai pernyataan itu. Dia tak bersabar, semua ini butuh
waktu. Tak semudah berbicara.
Seharusnya kalau dia memang cinta, tak begitu mudah berpaling. Itu
saja.
Banyak aspek yang menjadikan jatuh cinta diam-diam itu populer di
kehidupan percintaan remaja masa kini. Padahal mereka juga mengerti kalau
menahan rasa jatuh cinta itu susah, tidak bisa, bahkan menyakiti diri sendiri. Tapi
kenapa masih dilakukan? Itu yang aku heran.
Sebenarnya, kode-kode yang kalian lancarkan itu bukan perjuangan,
tapi itu cara kalian buat menyiratkan kemunafikan atas ego dari gengsimu. Ingin
dicintai, tapi enggan mau memulai duluan. Ingin diperlakukan dengan baik tapi
tak ada timbal balik.
Begini, dengan keberanianmu menyatakan bahwa kamu suka, sayang atau
cinta sama dia, secara enggak sadar berarti kamu telah memberikan kesempatan
untuknya berjuang dan menunjukkan kalau kamu memang pantas untuk dicintai,
karena kamu memperjuangkan perasaanmu.
Tenang saja, yang pergi berarti memang bukan untukmu
Yang meninggalkan berarti memang tak sepantasnya kau cari
Yang memang belum saatnya datang,
Tak akan tiba sekarang.
Bagian mana yang tak kamu pahami?
***
Kali ini saya membetulkan letak earphone, kemudian pergi dari coffee shop tersebut. Lagu di telingaku masih sama. Seperti ada sesuatu yang magis yang
ingin disampaikan lewat lirik itu. Di sepanjang pulang, aku melaju dengan
kecepatan yang sedang. Jalanan mulai terlihat sepi. Seperti biasa, asap di
kotaku masih tetap tebal. Sementara itu, dinding pembatas kami pun masih juga
tebal.
Sikap
@Harisyavin
Comments
Post a Comment