Sisi Lain Stadion Utama Riau


Beberapa waktu yang lalu saya sempat memposting tulisan tentang ikon kota dari segi situasional yang sedang terjadi saat ini yaitu kabut asap, tapi ternyata tak begitu mengena di hati para pembaca di luar kota Pekanbaru. Mungkin mereka akan mengerti jika datang ke kota ini disaat ikon tersebut sedang memenuhi sudut kota ini. Karena itu saya merasa gagal dan juga memaklumi tulisan saya yang tak memiliki studi planologi, sosiologi dan historis suatu ikon kota. Sehingga untuk tulisan ruang publik kali ini saya mencoba untuk lebih mengikuti alur yang sudah ditentukan.
Stadion adalah monumen untuk semua ayah yang sudah mati. Ia adalah monumen untuk para orang biasa. Demikian sepenggal puisi seorang Belanda bernama Henk Spaan. Pada awalnya, stadion memang dibangun sebagai tempat yang sakral bagi tim sepakbola. Tapi stadion juga jadi tempat seorang ayah tertawa dan menangis, sembari memperkenalkan dunia sepakbola kepada anaknya. Begitulah mungkin maksud beberapa penggalan puisi Hank Spaan itu. Kita lupakan dulu puisi ini, saya akan menceritakan salah satu ruang publik yang sangat dicintai oleh masyarakat Riau.
Setiap kota pasti mempunyai suatu tempat dimana masyarakat bisa berkumpul melakukan berbagai kegiatan dan aktivitas disana. Tak terkecuali kota Pekanbaru. Di kota ini memiliki beragam ruang publik yang dengan mudah dijumpai oleh pendatang baru. Seperti Stadion Utama Riau yang berada di wilayah kampus terbesar di Provinsi ini, Universitas Riau. Ketika pendatang baru datang ke kawasan ini akan sulit buat mereka untuk tidak berdecak kagum terhadap bangunan olahraga yang telah memiliki predikat stadion bertaraf Internasional ini. Bangunan olahraga yang besar dan memiliki arsitektur yang indah ini juga menjadi favorit buat pendatang baru untuk berfoto ria. Tak heran jika banyak orang-orang yang memilih berkumpul disini ketika akhir pekan maupun hari libur. Selain itu, kawasan ini juga memiliki beragam kedai makanan atau minuman untuk sekedar tempat istirahat para wisatawan dari luar kota maupun orang-orang yang melintas di tempat ini. Bahkan dihari-hari tertentu kawasan ini sering menjadi tempat tujuan utama berkumpulnya komunitas mobil atau motor di kota ini. Bahkan sekarang tempat ini telah memiliki car free day saat akhir pekan. Sehingga untuk berolahraga sangat digemari oleh orang-orang khususnya para pelajar dan mahasiswa.
Dan saat malam hari kawasan ini juga menjadi tempat favorit buat muda-mudi untuk berkumpul, tak jarang juga yang sedang pacaran terlihat di sudut-sudut kawasan ini. Keramaian yang ada di stadion ini lebih banyak diisi oleh orang-orang pendatang baru yang datang dari luar kota Pekanbaru. Seperti orang-orang yang menempuh pendidikan disini, atau memiliki pekerjaan di kota ini. Mereka lebih memilih kawasan ini untuk berkumpul dan melakukan kegiatan mereka yang lainnya. Wajar saja, mungkin orang-orang tersebut lebih suka dengan tempat yang jarang atau tak ada ditemui di daerah asli mereka sana. Sementara penduduk asli kota Pekanbaru lebih suka mencari tempat lain yang lebih nyaman dan hanya sesekali saja menyempatkan diri buat datang kesini. Lucu memang ketika Stadion sepakbola malah dikenal menjadi tempat kumpul dan kegiatan lain daripada bermain sepakbola itu sendiri.
Awalnya stadion berkapasitas 40.000 tempat duduk ini digadang-gadangkan sebagai stadion masa depan terbaik di Indonesia. Dengan arsitektur ciri khas budaya Melayu Riau, yaitu sampan dan dua patung songkok-tutup kepala khas Melayu. Di pintu masuknya, Stadion Utama dipuji-puji sebagai mahakarya anak bangsa dari ibukota provinsi kaya minyak ini. Dan menjadi kebanggaan masyarakat Riau khususnya kota Pekanbaru. Sayangnya, itu semua tinggal cerita. Kondisi Stadion utama yang dulunya dibangun untuk perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) Tahun 2012 lalu, kini menyisakan cerita yang memprihatinkan. Meskipun tetap menjadi tempat favorit orang-orang buat hunting, tapi sejumlah bangunan fisik gedung terlihat rusak. Dimulai dari gerbang masuk hingga dalam stadion banyak yang rusak. Bahkan disekeliling kawasan stadion ini dipenuhi rumput dan ilalang yang subur tumbuh. Perlahan tapi pasti, stadion utama menjadi sesuatu yang terbiarkan. Tak ada pesepakbola yang bermain disini. Bahkan kesebelasan utama kota ini PSPS lebih memilih stadion yang berada di utara kota Pekanbaru, Stadion Kaharuddin Nasution daripada stadion Utama ini. Orang-orang yang datang dan pergi hanyalah para pedagang yang menjajakan dagangannya, geng motor yang kebut-kebutan di jalan utama, pasangan muda mesum, dan Satpol PP yang meraung-raung sana sini mencari para biadab kecil yang menangguk di air keruh.
Walau begitu, jika kalian sebagai pendatang baru datang ke kota ini. kalian juga harus menyempatkan diri untuk datang ke kawasan Stadion Utama Riau. Kalian akan mengerti tentang decak kagum para pendatang dan menyetujui jika stadion ini memang menjadi salahsatu ruang publik terbaik di kota Pekanbaru. Meskipun tak melihat seorang ayah yang mengajarkan tentang sepakbola seperti puisi Hank Spaan tadi, jika beruntung kalian akan melihat kegiatan positif para komunitas kota ini. Jika tidak, kalian akan melihat orang-orang yang sekedar lewat hanya untuk datang dan pergi.

#30HariKotakuBercerita


@Harisyavin

Comments

Popular posts from this blog

Daya Tarik Pasar Bawah Pekanbaru

Ketika Dunia Digital Membuat Candu

Tinggal Satu