Belum Lupa
Aku sedang
duduk menghadap sebuah jendela di sebuah kafe yang sedang diguyur hujan, hujan
yang sudah mulai sering turun di kota ini, November rain. Malam itu
sangat dingin, hembusan desah nafasku sesekali terus berulang sambil kugenggam
tanganku sendiri lalu kutiupkan agar tak kelihatan menggigil. Terdengar juga
beberapa alunan lagu yang diputar oleh pemilik cafe tersebut. Sebentar, aku
sedang mengingat-ingat apa yang sedang kupikirkan sekarang. Oh iya, aku sedang
memikirkan gadis yang sering kulihat diam-diam tanpa diketahuinya. Seseorang
gadis berkacamata yang memiliki senyum hangat di bibirnya. Dia gadis manis yang
pernah membuatku jatuh cinta tanpa sebab. Tetapi belum cinta itu bersambut__maksudku,
tiba-tiba dia berbohong sedikit bahwa dia sudah dapat yang lebih baik dengan
alasan..
“Dia udah
bilang sayang, terus aku harus gimana lagi.”
Ah, lupakan
saja, itu sudah lalu. Meskipun sama saja.
Dihadapanku
kini secangkir Latte manis terdiam tak kusentuh, art busanya
tertulis dengan jelas inisial sebuah nama. Ya Tuhan, gadis itu lagi. Kupastikan
bahwa barista kafe ini masih mengingat pesananku yang lalu-lalu. Bodohnya, kali
ini aku lupa mengingatkan padanya untuk tak melakukan hal ini lagi. Tapi
biarlah, kucatat barista itu sebagai pengingat yang baik.
Gadis itu__
Mungkin aku
belum bisa lupa padanya, dan mungkin..
Aku
merindukannya
Ah tidak, tidak
mungkin, bagaimana bisa aku merindukannya, sedangkan bertemu saja sesingkat
itu. Kadang cinta tanpa sebab bisa selucu ini.
Lalu, apa
maksudnya aku menuliskan kisah ini? Anggap saja aku ingin menulis ini sebagai
sebagian luka dan ingin kulupa. Ya mudah-mudahan saja.
Aku sudah lupa
kalau aku pernah mengejarnya, pernah ditinggalkannya sejeda lusa, pernah
dipatahkannya tanpa darah, dan pernah dijatuhkannya tanpa sebab. Dan mungkin...
“Hei, hujannya
sudah reda, pulang yuk!” tiba-tiba suara seseorang membuyarkan lamunanku. Aku
hampir lupa bahwa dari tadi aku sedang duduk berdua bersamanya.
Aku mengangguk
saja sambil tersenyum lalu mengaduk secara asal latte yang belum ada kuminum
sekalipun.
Dia tertegun
melihatku “Hei, itu kopinya kok kamu tinggalin? Kan boleh diminum. Dibungkus
aja”
“Kan kamu
ngajak pulang barusan, oh iya lupa. Yaudahlah, biarkan aja. Lagian juga sudah
dingin” jawabku asal
Sebentar, biar
kuralat ucapanku tadi “Biarkan saja, bukankah hidup ini ada yang menetap
dan ada yang pergi?”
Lalu, kami
beranjak ke meja kasir. Aku memanggil barista kopi yang membuat latte ku
tadi, sementara seseorang yang menemaniku itu pergi ke toilet.
“Mas, mulai
sekarang pesananku inisialnya tidak usah itu lagi ya!” ucapku padanya
Barista itu
hanya tersenyum mengangguk penuh mengerti
Tentang
datang menetap dan pulang, serta satu hal yang harus kau paham..
Aku tidak pernah memaksamu
untuk tetap disini, namun jika kau memang benar mencintaiku. Seharusnya kau tidak lagi pergi.
Dering
ponselku berbunyi, kulihat pesan masuk darinya. Nama dia lagi. Ada badai yang
menggeliat seisi dada melihat nama itu. Kali ini memang benar.
Aku
belum sepenuhnya lupa padanya.
@Harisyavin
Comments
Post a Comment