Bertemu Cinta Lama

          Suatu hari saat sedang duduk santai di cafe yang biasa aku datangi untuk menulis. Aku didatangi seorang perempuan. Aku menatap ke arahnya, dia masih cantik seperti dulu. Hanya saja ada sedikit yang berbeda dari dirinya, matanya terlihat agak sendu. Ada kesedihan yang tak mampu disamarkan oleh senyumannya yang dipaksakan.

Aku menanyakan kabarnya dan hanya dijawab sekenanya tanpa menanyakan hal sebaliknya padaku, aku tahu dia sedang punya masalah, dan aku sedang menunggu perasaannya untuk tenang agar dapat bercerita dengan baik.

Setelah berdiam agak lama, akhirnya dia mulai buka mulut “apakah laki-laki itu kalau marah lama?”

Aku berhenti menatap laptopku, lalu berusaha tersenyum “tergantung, tergantung mood, tergantung masalah, tergantung laki-lakinya juga”

Dia merenungi sejenak “lalu kenapa dia begitu lama marah padaku?” sambil menyeka air matanya yang hampir jatuh menetes di pipinya.

Aku menarik napas sejenak, lalu “pacarmu, seumuran denganmu?”
Dia mengangguk
Aku menggigit bibirku sambil memicingkan mata padanya, lalu mencoba bersuara
“aku enggak tahu itu kenapa, hanya saja ketika engkau menjalin pacaran yang seusia sama akan memiliki ego yang tinggi untuk memulai duluan, biasanya begitu. Cobalah kau  yang mulai duluan”

“tapi kan aku perempuan” balasnya
Kata-kata seperti ini selalu membuatku bingung, mereka selalu mengatakan hal-hal yang berkenaan dengan kesetaraan gender.
“ya kalau enggak mau  ya sudah, kalau  memang  lelakimu yang benar-benar sayang nanti juga bakal ngehubungi “
Balasku sambil menatap laptopku kembali.

Kami terdiam, dia menatapku.
“sama seperti kau meninggalkan ku  dulu, padahal masih ada kesempatan untuk memperbaiki  hubungan yang rapuh itu, aku tahu aku salah, setidaknya aku juga berjuang untuk itu, dan kini kau kembali hanya untuk meminta pendapatmu tentang lelaki lain, lelaki yang telah membohongimu dan membuatmu jengkel berkali-kali, dan kau tetap saja bertahan dengannya. Aku tak mengerti cara berpikirmu” aku menggelengkan kepala, entah kenapa perasaan yang kujauhi itu kembali sesak.

“aku datang meminta pendapatmu, bukan jadi orang yang harus terus kau salahkan “
“aku tak menyalahkanmu” aku menurunkan nada suara, “seharusnya kan kamu tahu apa yang harus kau lakukan terhadapnya”

Kami terdiam lagi, lebih lama

Dia memang seperti itu, terlalu berpura-pura kuat terhadap sekelilingnya. Padahal dia tahu, sudah beberapa kali dibuat jengkel dan keseringan berkelahi sebab hal-hal yang tak dimengerti, tapi masih tetap saja bertahan dan  menginginkannya kembali. Namun aku tidak bisa menyalahkannya, aku juga bukan orang yang berhak lagi atasnya.
Kan, berantem itu bumbu pacaran” kata-kata orang yang pernah aku dengar waktu itu.
“Lalu, kalau berantem terus, bagaimana? Balasku singkat waktu itu lalu menoleh ke samping ke arah jauh.

Ada banyak hal yang tidak dia pahami dari cinta. Dia lupa, dia tidak bisa merubah hidup dan sikap seseorang, tapi bisa memilih jalan hidup yang lebih baik, dengan tidak membiarkannya dirinya tersakiti lagi. Karena memang ada saatnya kita harus melepaskan seseorang bukan karena tidak mencintainya lagi, namun demi menjaga hati kita untuk tidak tersakiti lagi oleh sikap yang sama-orang yang sama.








Comments

Popular posts from this blog

Daya Tarik Pasar Bawah Pekanbaru

Ketika Dunia Digital Membuat Candu

Tinggal Satu