Diam-Diam Jatuh


Malam ini, angin dengan tenang berhembus. Tak ada tanda-tanda hujan akan turun meramaikan malam dan mengaburkan suara obrolan-obrolan damai sepasang manusia yang rumit. Tapi lupakan itu, aku tak akan membahasnya, karena dua malam belakangan ini, hujan terus turun. Seolah-olah jatuh tanpa tahu ada seseorang yang sedang membutuhkan teman ngobrol yang selalu memandang jauh dari balik jendela kamar dengan perasaan sepi, sungguh malang malam itu. Dia yang seolah ceria, membuat sekeliling tertawa dengan lelucon anehnya, bahkan ada yang tertawa keras lalu mengumpat kecil karena tak sanggup melihat kelakuannya. Tapi kini, dia sangat membutuhkan teman obrolan yang serius. Mencari jati diri dalam obrolan, bertukar pikiran dan mengubah cara pandang yang sudah lama tak dilakukannya. Semenjak memilih untuk memutuskan ikatan pada seseorang yang dicintai, dia selalu menjadi orang yang pemilih, melihat semua secara hati-hati, bahkan terlihat rumit untuk memakai hati. Tapi terkadang, dia begitu mudah luluh, tersenyum dibalik rasa kekagumannya dengan seseorang yang menurutnya telah membuat cerita sehari-hari menjadi membosankan, tak hanya satu, tapi dua atau tiga gadis telah membuatnya menjadi orang yang aneh. Tertawa sendiri, tersenyum sendiri, bahkan lantunan kidung cinta pun rutin terdengar dari bilik kamarnya.
Tapi sebenarnya dia selalu menyadari, bahwa sebenarnya orang yang dikagumi telah dimiliki oleh seseorang. Hanya saja, dia selalu berasumsi dan menegarkan diri dengan berkata
“dia memang lebih cocok dijadikan teman sepertinya”
Ah, payah memang. Memiliki hati yang sok tegar untuk menghadapi perasaan yang memiliki tingkat diatas itu.
Bahkan, rumitnya malam itu dijadikan waktu buat rindu dengan seseorang yang diceritakan setiap harinya dan pastinya sangat membosankan buat yang mendengarkannya.

Lalu terbesit pula keinginan untuk berdua bersamanya, duduk santai berdua di kedai kopi dan mengobrol dengan panjang lebar, menatapnya penuh kagum dan menceritakan hal-hal yang rumit di dunia ini, termasuk perasaanku. Ah, untuk yang itu sepertinya harus aku tunda. Atau mungkin tak akan terucap sama sekali.

Dan sepertinya akan kubiarkan membeku dan mengering menjadi fosil diujung jauh hati yang paling dalam, membentuk sebuah makna bahwasanya perasaan yang tak tersampaikan akan tetap ada sampai kita lupa kapan kita punya perasaan yang seperti itu terhadap orang yang pernah hadir membuatnya diam-diam jatuh, jatuh hati.


Comments

Popular posts from this blog

Daya Tarik Pasar Bawah Pekanbaru

Ketika Dunia Digital Membuat Candu

Tinggal Satu